Melestarikan Kearifan Lokal: Peran Penting Masyarakat Adat dalam Menjaga Bumi

Dalam era modern yang serba cepat ini, isu lingkungan menjadi salah satu perhatian utama di seluruh dunia. Dengan meningkatnya degradasi lingkungan, banyak pihak mulai melirik kembali kearifan lokal yang diwariskan oleh masyarakat adat.

Mereka adalah penjaga bumi yang telah lama memiliki cara-cara berkelanjutan dalam mengelola alam.

Artikel ini akan membahas pentingnya kearifan lokal, peran masyarakat adat dalam menjaga bumi, dan bagaimana kita dapat belajar dari praktik-praktik tersebut.

Apa itu Masyarakat Adat?

Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang hidup secara turun-temurun di wilayah tertentu dengan tatanan sosial, budaya, dan hukum yang khas, yang mereka warisi dari nenek moyang mereka.

Mereka memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan sekitar dan sering kali mengandalkan sumber daya alam untuk kelangsungan hidup. Nilai-nilai, norma, serta tradisi yang mereka pegang teguh mencerminkan cara hidup yang selaras dengan alam.

Masyarakat adat juga memiliki hak atas tanah dan sumber daya di wilayahnya yang diakui oleh hukum adat dan, dalam beberapa kasus, diakui oleh negara. Kearifan lokal yang mereka miliki menjadi bagian penting dalam upaya pelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekosistem.

Kearifan Lokal: Definisi dan Signifikansi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah “kearifan lokal” terdiri dari dua kata, yaitu “wisdom” (yang berarti kebijaksanaan) dan “local” (yang berarti setempat).

Dengan demikian, kearifan lokal dapat diartikan sebagai gagasan, nilai-nilai, atau pandangan-pandangan yang berasal dari masyarakat setempat, yang mengandung kebijaksanaan, sarat dengan kearifan, serta bernilai positif, dan dipegang teguh oleh anggota komunitas tersebut.

Kearifan lokal adalah kumpulan pengetahuan, keterampilan, dan tradisi yang berkembang dalam masyarakat tertentu selama bertahun-tahun sebagai respons terhadap lingkungan alam mereka.

Contohnya, di beberapa suku adat Indonesia, sistem pertanian berbasis komunitas yang dikenal sebagai subak di Bali, atau praktik sasi di Maluku, telah menjadi cara hidup yang berkelanjutan.

Masyarakat adat memiliki pemahaman mendalam tentang ekosistem mereka dan seringkali mampu mengelola sumber daya alam dengan cara yang selaras dengan keseimbangan alam.

Peran Masyarakat Adat dalam Melestarikan Lingkungan

Masyarakat adat memiliki hubungan yang sangat erat dengan alam. Mereka tidak hanya memanfaatkan alam untuk bertahan hidup, tetapi juga menjaga keseimbangannya melalui kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Berikut adalah beberapa peran penting masyarakat adat dalam melestarikan lingkungan:

1. Pemanfaatan Lahan Berkelanjutan

Salah satu cara utama masyarakat adat menjaga bumi adalah dengan mengelola lahan secara berkelanjutan. Banyak masyarakat adat memiliki sistem pertanian tradisional yang tidak merusak ekosistem.

Misalnya, masyarakat Dayak di Kalimantan menggunakan teknik berladang berpindah yang memungkinkan tanah untuk pulih sebelum digunakan kembali untuk bercocok tanam. Ini sangat berbeda dengan praktik pertanian modern yang cenderung menyebabkan degradasi tanah secara terus-menerus.

Berdasarkan laporan World Resources Institute (WRI), saat ini, sekitar 50% lahan dunia ditempati oleh masyarakat adat, meskipun hanya 10% yang memiliki kepemilikan formal. Sebanyak 2,5 miliar orang, termasuk 370 juta masyarakat adat, bergantung pada lahan tersebut untuk kelangsungan hidup.

Lahan adat juga menyimpan 24% karbon hutan tropis dunia dan membantu menurunkan laju deforestasi hingga 50% di wilayah dengan kepemilikan yang jelas, seperti di Amazon.

Masyarakat adat telah membuktikan bahwa mereka mampu melestarikan sumber daya alam tanpa merusaknya.

2. Perlindungan Hutan dan Sumber Daya Alam

Hutan adat sering kali menjadi benteng terakhir bagi keanekaragaman hayati. Masyarakat adat memiliki hubungan erat dengan hutan, yang seringkali dianggap sebagai bagian dari identitas budaya mereka.

Misalnya, suku Orang Rimba di Jambi, Sumatra, bergantung sepenuhnya pada hutan untuk kebutuhan pangan, obat-obatan, dan bahan bangunan.

Menurut laporan WRI, kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat adat memiliki tingkat deforestasi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan hutan yang tidak dikelola oleh mereka.

Misalnya di Amazon, laju deforestasi di dalam tanah adat dengan status kepemilikan dilindungi adalah 0,15% per tahun. Sedangkan di luar tanah adat adalah 0,43% per tahun.

Selain itu, di Brazil, laju deforestasi di dalam tanah adat dengan status kepemilikan dilindungi adalah 0,06% per tahun, sedangkan di luar tanah adat adalah 0,15% per tahun.

Data ini menunjukkan bahwa pengelolaan berbasis adat bisa menjadi solusi efektif untuk menanggulangi masalah deforestasi global.

Contoh Kearifan Lokal di Indonesia

Berikut adalah beberapa contoh kearifan lokal di Indonesia yang berperan penting dalam melestarikan lingkungan.

1. Subak – Sistem Irigasi Tradisional Bali

Subak adalah sistem irigasi tradisional di Bali yang telah ada sejak abad ke-9. Sistem ini mencerminkan filosofi Tri Hita Karana, yang berarti tiga cara untuk mencapai kebahagiaan: hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

Dalam praktiknya, subak memastikan distribusi air yang adil dan efisien bagi para petani di sawah terasering.

Air dianggap sebagai sumber kehidupan yang harus dibagikan secara merata, bukan hanya untuk keuntungan individu. Para petani di setiap komunitas subak bekerja sama untuk memastikan aliran air yang tepat, memperkuat ikatan sosial sekaligus menjaga keseimbangan alam.

Subak juga diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia, mengingat peran pentingnya dalam menjaga keberlanjutan pertanian di Bali.

2. Sasi – Praktik Konservasi di Maluku

Sasi adalah sistem hukum adat yang diterapkan di Maluku dan Papua Barat untuk melindungi sumber daya alam.

Dalam praktik sasi, masyarakat adat menetapkan larangan sementara terhadap pemanfaatan sumber daya alam tertentu, seperti ikan, buah, atau hasil hutan, dalam periode waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memungkinkan sumber daya tersebut pulih kembali sehingga bisa digunakan secara berkelanjutan di masa depan.

Sasi sangat efektif dalam melestarikan sumber daya laut dan darat, dan juga menjadi bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat. Praktik ini menunjukkan bagaimana masyarakat adat memahami siklus alam dan kebutuhan untuk memberikan jeda bagi alam untuk pulih, sebuah konsep yang jarang ditemukan dalam pendekatan eksploitasi sumber daya modern.

3. Tana Ulen – Pengelolaan Hutan oleh Suku Dayak di Kalimantan

Tana Ulen adalah praktik pengelolaan hutan secara adat yang dilakukan oleh suku Dayak di Kalimantan. Dalam sistem ini, sebagian hutan dianggap sebagai wilayah yang dilindungi dan tidak boleh dieksploitasi sembarangan.

Hanya dalam situasi tertentu, dan dengan persetujuan komunitas adat, hutan dapat digunakan untuk kepentingan bersama, seperti dalam acara adat atau keadaan darurat.

Konsep Tana Ulen menjaga hutan tetap lestari, melindungi keanekaragaman hayati, dan mempertahankan sumber daya alam yang penting bagi kehidupan masyarakat. Praktik ini tidak hanya melestarikan hutan, tetapi juga mempertahankan keutuhan budaya dan tradisi suku Dayak.

4. Pela Gandong – Sistem Kekerabatan di Maluku

Pela Gandong adalah sistem kekerabatan tradisional yang diterapkan oleh masyarakat Maluku, khususnya di Pulau Ambon dan sekitarnya. Sistem ini bertujuan untuk memperkuat hubungan sosial antara desa-desa melalui aliansi atau ikatan adat yang disebut pela.

Meskipun secara langsung tidak berhubungan dengan pelestarian alam, Pela Gandong mempromosikan kerja sama komunitas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal menjaga lingkungan.

Melalui praktik gotong royong dan kerja sama antar-desa, masyarakat adat di Maluku sering kali melibatkan diri dalam kegiatan konservasi, seperti menjaga kebersihan laut, merawat hutan bakau, dan melindungi sumber daya alam lainnya.

Ini adalah contoh bagaimana kearifan lokal yang berakar pada ikatan sosial dapat berdampak positif pada kelestarian lingkungan.

Tantangan yang Dihadapi Masyarakat Adat

Meskipun masyarakat adat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berharga dalam menjaga bumi, mereka seringkali menghadapi berbagai tantangan.

Salah satu tantangan terbesar adalah tekanan dari perusahaan besar yang ingin mengeksploitasi sumber daya alam di wilayah adat.

Misalnya, di Papua, banyak masyarakat adat menghadapi ancaman dari perusahaan tambang yang merusak hutan mereka.

Selain itu, modernisasi dan globalisasi juga mengancam keberlanjutan kearifan lokal. Banyak generasi muda masyarakat adat yang mulai meninggalkan tradisi mereka dan beralih ke cara hidup modern, yang seringkali lebih merusak lingkungan.

Pentingnya Melestarikan Kearifan Lokal

Melestarikan kearifan lokal tidak hanya penting untuk melindungi lingkungan, tetapi juga untuk menjaga identitas budaya masyarakat adat. Kearifan lokal adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah dan warisan budaya masyarakat adat. Jika kearifan ini hilang, maka hilang pula bagian penting dari identitas mereka.

Salah satu cara untuk melestarikan kearifan lokal adalah dengan mendokumentasikan pengetahuan dan praktik-praktik tradisional ini.

Banyak organisasi non-pemerintah yang bekerja sama dengan masyarakat adat untuk mendokumentasikan pengetahuan mereka tentang pengelolaan lahan, pertanian, dan konservasi sumber daya alam.

Hal ini tidak hanya membantu melestarikan kearifan lokal, tetapi juga memungkinkan pengetahuan ini diteruskan ke generasi mendatang.

Menjembatani Kearifan Lokal dengan Teknologi Modern

Meskipun kearifan lokal seringkali dikaitkan dengan cara-cara tradisional, bukan berarti kearifan ini tidak dapat bersinergi dengan teknologi modern. Banyak contoh di mana teknologi modern digunakan untuk memperkuat praktik kearifan lokal.

Sebagai contoh, di beberapa daerah, teknologi pemetaan berbasis GPS digunakan untuk melacak wilayah adat mereka dan melindungi hutan dari deforestasi ilegal. Teknologi ini memungkinkan mereka untuk mendokumentasikan batas-batas wilayah adat dan membuktikan hak mereka atas tanah tersebut.

Selain itu, teknologi juga dapat digunakan untuk mendukung upaya konservasi berbasis adat. Misalnya, sensor dan drone dapat digunakan untuk memantau kondisi hutan dan sumber daya alam, sementara data yang dikumpulkan dapat digunakan untuk membuat keputusan yang lebih baik tentang pengelolaan sumber daya.

Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat merupakan sumber pengetahuan yang sangat berharga dalam upaya menjaga bumi. Masyarakat adat telah membuktikan bahwa mereka mampu mengelola sumber daya alam dengan cara yang berkelanjutan dan selaras dengan alam. Dalam menghadapi krisis lingkungan global saat ini, kita perlu belajar dari mereka.

Dengan memahami pentingnya peran masyarakat adat dalam menjaga bumi, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk melestarikan kearifan lokal dan memastikan bahwa pengetahuan berharga ini tidak hilang seiring waktu.

Mari kita hormati dan dukung masyarakat adat dalam menjaga bumi, karena masa depan kita juga bergantung pada keberlanjutan yang mereka pertahankan selama berabad-abad.

Referensi:

https://wri-indonesia.org/id/wawasan/hak-tanah-masyarakat-adat-dan-masyarakat-dalam-angka

https://jurnal.unsil.ac.id/index.php/metaedukasi/article/viewFile/1808/1190

https://www.indowings.com/blog/impact-of-drones-on-forest-monitoring.php

https://openknowledge.fao.org/server/api/core/bitstreams/6b73428a-b7ab-4929-93a0-b4bbdce692dc/content

https://www.mongabay.co.id/2024/03/21/masyarakat-adat-minim-perlindungan-penetapan-hutan-adat-pun-lamban/

Nurfadhilah Bahar

Seorang penulis profesional dengan pengalaman lebih dari 5 tahun, awalnya memulai karirnya sebagai blogger dan jurnalis sebelum mendalami Penulisan Konten SEO. Minatnya mencakup berbagai topik, termasuk gaya hidup, pendidikan, dan bisnis.

Share :